Menelusuri Labirin Kota Tua Al-Balad
Fitriyan Zamzami/Republik
Jeddah, bukan rahasia lagi, adalah kota
masa kini.Gedung-gedungnya tinggi dan modern, aneka mobil- mobil keluaran
teranyar berseliweran di jalan- jalannya yang lapang satu arah. Pusat
perbelanjaan modern menjajakan sandangan yang trendi bersanding dengan
kantor-kantor multinasional. Namun, kota itu juga menyimpan sekutip lokasi yang
istimewa.
Dari utara, lokasi itu bisa dimasuki
melalui Gerbang Jadid, sekitar 100 meter ke arah selatan dari Masjid Qisas di pusat
kota Jeddah. Atau bisa juga mendatanginya dari sisi timur melalui Pusat
Perbelanjaan Corniche yang ternama sebagai lokasi mencari oleh-oleh jamaah haji
dan umrah.
Dan begitu memasuki wilayah tersebut,
amboi, sukar rasanya memercayai bahwa diri ini masih berada di abad ke-21.
Tampak bangunan-bangunan bertingkat khas Timur Tengah dibiarkan belum terpugar
sejak ratusan tahun silam.
Pintu-pintunya menyimpan keindahan
ukiran-ukiran Arabesque masa lampau. Jendela- jendelanya ditutupi masyrabiya
kayu yang penuh ukiran-ukiran rumit berlubang yang memungkinkan angin segar
menyejukkan bagian dalam rumah dan memungkinkan penghuni rumah leluasa
mengintip ke luar.
Sebuah kota pelabuhan
Jalan-jalannya sempitnya, menyerupai
lorong-lorong dalam labirin seluas 1,5 kilometer persegi. Tak ada kendaraan
satu pun dalam kompleks tersebut. Seluruh lantai kompleks tersebut ditutupi
konblok-konblok yang sudah tak muda usia. Semakin ke dalam, semakin jauh
rasanya saya mundur dalam waktu, diapit rumah- rumah bertingkat dengan
berlaksa- laksa kenangan.
Aroma parfum Arab dan besi berkarat dan
kayu-kayu lapuk macam tak punya urusan ada di zaman ini. Masjid-masjid dan
menara yang masih dibiarkan dalam bentuk aslinya saat ia dibangun pada abad
pertengahan.
Tak sukar membayangkan tokoh- tokoh dari
kisah-kisah lawas dari Timur Tengah tetiba muncul dari sudut- sudut jalan.
Sinbad Sang Pelaut yang tengah dikejar-kejar lanun, Aladin menyelinap masuk ke
salah satu pintu rumah tua sembari menyembunyikan lampu ajaibnya. Layla
bersandar di balkoni jendela-jendela tinggi, menying kap cadarnya dan membuat
majnun bujang-bujang yang kebetulan lewat.
Kawasan yang kini disebut Kota Tua
al-Balad tersebut sudah berdiri sejak dua milenium lampau. Pada abad ke-7, oleh
Khalifah Usman bin Affan, ia kemudian diubah menjadi kota pelabuhan yang
semarak, pintu ma suk para jamaah haji dari laut.
Dahulu, ada tembok pertahanan yang
dibangun mengelilingi kawasan tersebut. Tembok-tembok itu dirubuhkan pada
1940-an dan kini menyisakan gerbang-gerbang di sekitar kota tua tersebut.
Sejak 1991, Pemerintah Kota Jeddah menjadikan kawasan itu sebagai situs bersejarah yang tak boleh diutak- atik bentuk bangunannya. Lembaga kebudayaan PBB, UNESCO, kemudian mengamini inisiatif itu dan menetapkan wilayah Kota Tua Al Balad sebagai situs warisan dunia.